Senin, 15 Agustus 2011

Dirgahayu Republik Indonesia ke 66 tahun 2011








Ramadhan, Bulan Kemenangan
(Refleksi HUT RI ke 66 Masehi/ke 68 Hijriah)
Oleh: M. Arqom Pamulutan, M.A. (Hakim Mahkamah Syar’iyah Jantho)

Berbicara mengenai bulan Ramadhan kita selalu akan dihadapkan kepada hal-hal yang serba positif. Karena bulan Ramadhan diyakini oleh kita selaku penganut Islam sebagai bulan yang penuh dengan berkah dari Ilahi dimana didalamnya terhimpun semua ajaran yang mengandung nilai kebaikan, mulai dari ajaran sabar dan ketaatan pribadi  sampai kepada ajaran toleransi dan kepedulian sosial melalui ritual puasa, shalat, sedekah dan amal kebajikan lainnya.

Di bulan Ramadhan Allah pertama kali menurunkan al-Qur'an sebagai petunjuk menuju kebenaran dan pengetahuan, sekaligus pemperjelas antara kebaikan dan kejahatan, antara cahaya ilmu pengetahuan dan kelamnya kebodohan. Dalam hal ini, momentum hadirnya Ramadhan haruslah disyukuri dan diisi berbagai aktifitas yang produktif  penuh semangat juang yang tinggi serta meninggalkan segala bentuk kemalasan. Hal ini ini karena produktifitas dan aktifitas yang dilakukan umat Islam di bulan Ramadhan tercatat dengan indah sepanjang sejarah perjuangan umat Islam dari masa ke masa.

Dr. Wahbah Zuhayli dalam al-Fiqh al-Islamy wa adillatuhu vol. 2 (1985: 575-577) mencatat paling tidak ada 9 prestasi penting yang digoreskan umat Islam yang terjadi di bulan Ramadhan, yaitu: (1) kemenangan umat Islam pada perang badar, terjadi pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke-2 H., (2) penaklukan kota Mekkah (fathu Makkah), terjadi pada hari ke- 10 bulan Ramadhan tahun ke-8 H., (3) Penghancuran rumah tempat penyembahan patung al-'Uzza, terjadi pada lima hari terakhir bulan Ramadhan tahun ke-8 H., (4) Peristiwa perang Tabuk, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke- 9 H., (5) Kedatangan Utusan Bani Tsaqif dari Tha'if (yang dahulunya menolak dakwah Rasulullah SAW) untuk masuk Islam dan hancurnya patung al-Laata yang mereka sembah yang terjadi pada Ramadhan tahun ke- 9 H. (6) Penyebaran Islam ke wilayah Yaman, terjadi pada Ramadhan tahun ke- 10 H., (7) Penaklukan Andalusia (Spanyol) dipimpin oleh Panglima Thariq Bin Ziyad dengan mengalahkan Jenderal Rodderick pada  perang yang masyhur dengan sebutan “perang pinggir laut” terjadi pada tanggal 26 Ramadhan tahun ke-92 H atau taggal 19 Juli tahun 811 M., (8) Peristiwa "Yaum al-'Arubah wa al-Islam" berupa kemenangan secara gemilang yang diraih tentara Islam di Andalusia dipimpin Panglima Yusuf  yang mengalahkan musuh dengan jumlah melebihi 80.000 tentara terjadi pada pagi hari Jum'at tanggal 25 Ramadhan tahun ke-479 H., dan (9) Peristiwa perang ‘Ain Jalut di bawah pimpinan Sultan Quthuz dari Dinasti Mamalik dengan meneriakkan komando “wa Islaamaah” di tengah-tengah pasukannya berhasil mengusir tentara Mongol hingga lari tunggang langgang, peristiwa ini terjadi pada pagi hari Jum’at tanggal 15 Ramadhan tahun 658 H. bertepatan dengan tanggal 3 September tahun 1260 M.

Lalu, dalam konteks ke-Indonesiaan, para ahli sejarah dan para ahli penanggalan Masehi dan Hijriah memperhitungkan  bahwa bagi umat Islam atau bahkan bagi seluruh rakyat Indonesia bulan Ramadhan juga merupakan bulan yang penuh kenangan dan paling berpengaruh sepanjang sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab pada bulan Ramadhan ini, tepatnya 68 tahun yang lalu dalam hitungan Hijriah atau pada tanggal 17 Ramadhan tahun 1364 Hijriah berbarengan dengan tepat pada 66 tahun yang lalu untuk hitungan Masehi atau pada tanggal 17 Agustu 1945, Allah berkenan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia dari kungkungan penjajahan Belanda yang telah bercokol di Indonesia selama + 3 abad lebih. Kemerdekaan yang ditandai dengan pengibaran bendera Merah Putih dan pembacaan Proklamasi oleh Dwitunggal Sukarno-Hatta itu terjadi di bulan Ramadhan pada saat semua umat Islam tengah berpuasa. Tetapi lapar dan hausnya puasa tidak menyurutkan semangat umat Islam untuk merebut hak politiknya guna meraih kemerdekaan dan kedaulatan atas tanah air mereka.   

Rentetan peristiwa bersejarah itu menandakan bahwa Allah berkenan menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan yang di dalamnya Allah tampakkan kekuasaan dan kebesarannya serta Allah tampakkan pula bahwa pada bulan itu umat Islam tetap menjadi manusia-manusia yang aktif, dinamis dan produktif, tidak hanya di bidang ritual keagamaan yang menghubungkan manusia muslim dengan Allah semata namun juga menyangkut ibadah sosial politik yang menyangkut hubungan antara sesama manusia dan upaya mengangkat harkat dan martabat umat Islam selaku manusi. Sehingga adalah sebuah pemahaman yang keliru jika umat Islam menjadikan bulan Ramadahan sebagai bulan untuk beristirahat atau berhenti dari aktifitas yang dinamis dan produktif, atau bahkan malah dijadikan sebagai bulan untuk bermalas-malasan. Kendati memang benar bahwa pada bulan Ramadhan umat Islam dituntut untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan amal ibadah yang lebih banyak dan lebih tekun dari bulan-bulan lainnya, namun tidak berarti dengan alasan itu produktifitas dan aktifitas membangun harus terhenti dan ditiadakan sama sekali.

Dari peristiwa ini semua menandakan bahwa Allah mengajarkan kepada kita bahwa ibadah puasa mengadung nilai-nilai perjuangan yang penuh dengan semangat yang tinggi dan kekuatan untuk meraih kemanangan. Puasa tidak mendidik  orang untuk menjelma menjadi sosok yang lemah dan pemalas sehingga menjadikan ia sebagai seorang pecundang yang kalah sebelum berperang atau melarikan diri tunggang langgang ketika mamasuki medan perang. Seorang muslim yang berpuasa harus berbuat dengan seoptimal dan semaksimal mungkin dalam meraih keberhasilan bagi kehidupannya, tidak  hanya untuk akhiratnya yang menjadi dambaannya semata melainkan juga untuk  kehidupan dunia yang menjadi kenyataan yang dihadapinya. Tidak selayaknya pada bulan puasa umat Islam hanya berfokus kepada aktifitas untuk kepentingan agamanya saja, melainkan ia harus juga tetap selalu fokus kepada aktifitas untuk kepentingan dan kewajiban memenuhi kebutuhan hidupnya secara keduniawian. Tidak pula dapat dikatakan bijaksana jika seorang muslim beranggapan bahwa dengan berpuasa ia meliburkan dan mengabaikan aktifitas sosial politiknya karena garis perjuangan umat Islam adalah “jihad”. Jihad yang berarti berjuang sekuat tenaga meraih kemenangan untuk  kejayaan umat Islam baik dalam kehidupan dunia maupun di akhirat. Dan kejayaan itu tidak didapat hanya dengan bermalas-malasan, apalagi tanpa melakukan perbuatan sama sekali. Bukankah untuk perjuangan orang yang berpuasa Allah menjanjikan dua kebahagian yaitu pertama, kebahagiaan di dunia tatkala ia berbuka dan kedua,  kebahagiaan di akhirat tatkala ia berjumpa dengan Rabbnya (Allah).  

Kiranya tak berlebihan jika dikaitkan dengan momentum HUT RI ke 66 tanggal 17 Agustus 2011 Masehi atau HUT RI ke 68 tanggal 17 Ramadhan 1432 Hijriah, penulis mengajak kita memberikan sebuah nama besar bagi Ramadhan sebagai bulan kemenangan atau Syahr al-Falah atau bahkan bulan kemerdekaan atau Syarh al-Istiqlal seraya menghimbau kepada kita marilah kita isi bulan kemenangan atau bulan kemerdekaan ini dengan dengan berbagai aktifitas  dan produktifitas yang tinggi guna meraih dua buah kemenangan: kemenangan dunia dan kemenangan akhirat. Dirgahayu Negeriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar