Senin, 19 September 2011

Masalah hukum aktual di Aceh

Hukuman bagi Pelaku Inses
(saatnya gubernur teken raqan jinayat)
Telah dimuat di kolom opini Serambi Indonesia
Edisi Jumat, 16 September 2011 16:53 WIB

Oleh M. Arqom Pamulutan

TULISAN ini saya awali dengan sebuah fakta sejarah pada 14 abad lalu yang terjadi di masa sahabat Ali Bin Abu Talib (599-611 M). Diriwayatkan oleh al-Syaukani dalam Nayl al-Awtar (vol. 7 hal. 276) dari ‘Amir al-Sya‘bi, bahwa seorang perempuan bernama Syurahah al-Hamdaniyah telah hamil seorang anak yang bukan berasal dari suaminya, karena suami Syurahah saat itu tidak berada di Syam.

Perkara ini dilaporkan kepada Ali Bin Abu Talib, bahwa ia berzina dan wanita tersebut mengakuinya, kemudian--berdasarkan adanya kehamilan dan pengakuan bahwa kehamilan bukan berasal dari benih suaminya ini--Ali Bin Abu Talib ra menghukumnya dengan cambuk seratus kali pada hari Kamis dan merajamnya pada hari Jumat dengan alasan bahwa ia mencambuk seratus kali berdasarkan perintah Alquran dan merajam berdasarkan sunnah Rasulullah.

Dijelaskan pula oleh Ibnu Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid (vol. 3) tentang pendapat Abu Tsawr mengenai prosesi rajam yang dilakukan pada masa itu, “Maka tatkala telah datang hari Jumat, ia (Ali ra) mengeluarkannya (Syurahah), kemudian menggali lubang untuknya. Lalu dimasukkanlah ia ke dalamnya, dan orang banyak pun mengelilinginya untuk melemparinya. Maka berkatalah Ali ra, “Bukan begitu cara merajam. Aku khawatir sebagian kalian akan mengenai sebagian yang lain. Akan tetapi berbarislah kalian sebagaimana kalian berbaris dalam shalat”. Kemudian ia berkata pula: “Rajam itu ada dua macam, rajam sembunyi dan rajam terbuka. Pada rajam yang dijatuhkan karena pengakuan, maka orang yang pertama merajam adalah imam (penguasa), kemudian baru orang banyak. Sedang pada rajam karena saksi, maka orang yang pertama-tama merajam ialah saksi, kemudian imam dan kemudian orang banyak”.

Kisah hubungan terlarang yang memalukan dengan tokoh sentral Syurahah al-Hamdaniyah di atas, terjadi juga di Aceh yang konon bersyariat Islam ini dengan tokoh sentral M.Nas (34) dan Yusrinawati (30) warga Kepala Bandar, Kecamatan Susoh, Aceh Barat Daya sebagaimana dilaporkan Serambi Indonesia, (12/9) dengan judul besar “Abang Hamili Adik Kandung Hingga Melahirkan.” Skandal menghebohkan itu terkuak setelah YW melahirkan anak hasil hubungan terlarang tersebut sementara dirinya sudah empat tahun diceraikan dari suaminya. 

Perbuatan mereka yang termasuk kategori perbuatan zina (jika kita sepakat pengertian zina adalah sebagai hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah) yang dilakukan pelaku yang muhsan (sudah pernah menikah), di mana dalam syariat Islam hukumannya dirajam, terlebih lagi perbuatan itu dilakukan oleh orang yang masih mempunyai hubungan sedarah dan terkategori sebagai perbuatan yang disebut dengan inses (incest). Kasus ini seperti dikatakan Ketua MPU Aceh Barat Daya (Abdya), Tgk H Abdurrahman Badar, Serambi Indonesia (14/9) termasuk kasus yang langka dan belum ada Qanun yang mengaturnya. Bahkan, menurut penulis kasus ini termasuk bukan perbuatan manusia lagi melainkan hanya layak dilakukan oleh binatang seperti kucing, ayam dan lain sebagainya.

Sebagai bahan renungan bersama, dari sekian banyak kasus inses yang terjadi di dunia ini, paling tidak terdapat 6 kasus inses yang cukup menggemparkan dunia, yaitu: (1) Dr Bruce Mc. Mahan dan Linda Juni 2004 (ayah dan anak), (2) John dan Jenny Deaves, April 2008 (ayah dan anak), (3) Danielle dan Nick Cameron (adik dan kakak), (4) Patrick Stuebing dan Susan Karolewski (kakak dan adik), (5) Mackenzie dan John Phillips (anak dan ayah), (6) Allen dan Patricia Muth (ayah dan anak). 

Alasan mereka melakukan inses di antaranya karena mereka berpisah lalu berjumpa dan saling jatuh cinta tanpa tahu bahwa mereka sedarah, dan ada pula yang memang sengaja melakukannya meskipun sajak awal sudah tahu bahwa mereka mempunyai hubungan sedarah seperti layaknya inses yang terjadi di Abdya.

Bagaimana Hukumannya?

Sejumlah negara mengkategorikan inses sebagai suatu kejahatan pidana, dan pelakunya mendapat hukuman. Di Amerika misalnya, inses dinyatakan ilegal dengan hukuman bervariasi di tiap negara bagian dan negara bagian paling keras hukumannya adalah Massachusetts yakni bisa mencapai 20 tahun penjara, sedang di Hawai hanya 5 tahun. Tapi yang pasti inses adalah suatu kejahatan pidana berlaku di seluruh AS, hanya lama hukumannya saja yang berbeda. Sedang di Inggris, hukumannya adalah 12 tahun penjara.

Secara hukum agama Islam, jika inses dikategorikan sebagai zina, Tgk H Abdurrahman Badar (Serambi, 14/9) berpendapat, jika pelaku zina itu sudah bekeluarga tentu dirajam. Jika belum berkeluarga maka dikenakan hukum cambuk dan dibuang selama setahun dari kampung asalnya. Namun, karena ini kasusnya hubungan seks sedarah dan qanunnya belum ada, maka pihak desa harus bermusyawarah dengan perangkat desa, WH, kepolisian, beserta Dinas Syariat Islam bagaimana yang baiknya. Akan tetapi menurut penulis sendiri, andai pun kasus ini dibawa ke pihak yang berwajib rasanya dua jenis hukuman tersebut sulit untuk dapat diterapkan. Sebab meskipun kasus inses dapat dikategorikan sebagai zina tetap saja mereka tidak dapat dihukum dengan syariat Islam melalui Mahkamah Syar’iyah, hal ini lagi-lagi karena belum ada qanun yang mengatur tentang zina.

Sementara di Indonesia, ini sebuah perbuatan baru dapat menjadi tindak pidana (jarimah) dan diancam dengan pidana (‘uqubat) setelah ada peraturan perundang-undangan yang secara formal mengaturnya secara tegas, dalam hal ini terkait pidana Islam di Aceh harus diatur dalam Qanun Aceh yang--sangat disayangkan--hingga hari ini qanun tentang hal tersebut tidak akan pernah ada tanpa adanya keinginan yang kuat dari pihak berwenang untuk membuatnya.

Karenanya, tidak ada jalan lain selain kasus ini dibawa ke peradilan umum (dengan KUHP) atau peradilan adat atau bahkan “peradilan rakyat.” Namun, jika kasus ini dibawa ke pihak berwajib dengan pidana umum maka--selain inses yang dilakukan terhadap anak yang belum dewasa--nyaris tidak ada pasal dalam KUHP yang dapat menjerat pelaku ini untuk inses yang sudah sama-sama berusia dewasa. Sebab, dari 569 pasal dalam KUHP (di dalamnya ada pasal tentang perzinaan yaitu 284 s.d. 299 dan tentang kesusilaan 532-547) penulis tidak temukan pasal yang dapat menjerat pelaku secara pidana formal.

Jadi, yang mungkin dilakukan adalah menerapkan hukum pidana adat atau peradilan rakyat. Karenanya, dalam hal ini penulis menyarankan marilah kita bersama melirik kembali ke pasal 24 ayat (1) Raqan Hukum Jinayat yang telah disahkan DPRA pada 14 September 2009 yang lalu, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan zina diancam dengan `uqubat hudud 100 kali cambuk bagi yang belum menikah dan `uqubat hudud 100 kali cambuk serta `uqubat rajam/hukuman mati bagi yang sudah menikah.” 

Andai saja raqan ini telah diteken oleh Gubernur Aceh dan disahkan sebagai qanun, maka kita tidak perlu bingung lagi untuk menangani kasus ini. Paling tidak kita punya aturan hukum yang formal dan dapat kita jadikan pegangan tentang hal ini. 

* Penulis adalah Sekretaris II IKAS bekerja di Mahkamah Syar’iyah Jantho.

Senin, 12 September 2011

INFO HUMAS IKAS:

Undangan Antar Pengantin Lanang (Intat Linto Baro) Pratu Moh. Sueb.

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Dengan hormat diharapkan kesediaan warga IKAS Aceh untuk ikut serta dalam acara "Intat Linto Baro" Saudara Pratu Moh. Sueb ke tempat kediaman penganten betino (dara baro) di Lubuk Blang Bintang Aceh Besar yang akan dilaksanakan pada:

Hari/tanggal     : Minggu, 18 September 2011
Waktu             : Berangkat bersama dari Sekretariat IKAS Jalan Malikul Saleh Gampong 
                         Lhong Cut Lhong Raya pukul 08.30 menuju ke kediaman Dara Baro

Demikian atas kesediaan Mamang/Bibik/Kakak/Ayuk diucapkan terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Direbitkan oleh: HUMAS IKAS tgl. 13 September 2011