Selasa, 25 Oktober 2011

Artikel Dzulhijjah

PUASA DI SEPULUH PERTAMA DZULHIJJAH
Oleh:  M. ARQOM PAMULUTAN, M.A.
(Sekretaris II IKAS/Hakim Mahkamah Syar’iyah Jantho)
            Bulan Dzulhijjah merupakan bulan ke dua belas dalam hitungan bulan qomariyah. Sesuai dengan namanya, bulan ini diartikan sebagai bulan haji. Hal itu karena hanya di bulan ini sajalah menjadi waktu untuk pelaksanaan ritual paling istimewa bagi umat manusia penerus ajaran Nabiyullah Ibrahim AS., termasuk umat Islam berupa ziarah ilahiyah memenuhi panggilan Allah SWT menuju baitullah yang lazim disebut haji. Ibadah ini menjadi istimewa karena ia merupakan momen pertemuan akbar bagi berjuta-juta umat Islam di seluruh dunia di suatu tempat yang sama, pada waktu  yang sama, dengan berbusana yang sama dan untuk kerinduan yang sama.
Bagi umat Islam di Indonesia ibadah menjadi bertambah istimewa karena sepulangnya dari haji mereka mendapatkan titel bergengsi yang melekat di depan namanya sebagai “Pak Haji,” atau “Bu Hajjah” yang titel tersebut tidak pernah didapatkan dari ibadah-ibadah lainnya yang wajib sekalipun seperti shalat, zakat, puasa ataupun jihad di jalan Allah. Hal ini karena tidak pernah terdengar di Indonesia ada orang yang bertitel “Pak Shalat” karena sering melakukan shalat, ataupun “Bu Zakat” karena selalu berzakat.
            Selain ibadah haji, terdapat pula hal lain yang membuat bulan ini istimewa, yaitu adanya hari idul adha atau hari raya qurban. Yaitu hari yang dijadikan Allah untuk membesarkan nama-Nya sekaligus mengenang sebuah peristiwa fenomenal sepanjang sejarah umat manusia yakni kerelaan seorang Ibarahim AS. menyembelih anak kesayangannya demi ketaatan kepada Allah SWT. Peristiwa mana akhirnya dijadikan titik awal pensyariatan ibadah qurban yang dilakukan pada hari ke 10, 11, 12 dan 13 bulan tersebut. Dan,  kegiatan spiritual istimewa yang penulis sebutkan di atas ternyata terjadi hanya pada awal bulan Dzulhijjah saja, tidak di waktu lainnya.
            Bagi separuh umat Islam yang berkesempatan untuk melaksanakan ibadah haji, merayakan idul qurban sekaligus menjalankan ibadah qurban, sungguh merupakan suatu kebahagiaan yang tak terkira. Karena dengan itu di samping mereka telah menyahuti panggilan Allah sebagai tanda bakti kepada-Nya bagi mereka juga telah dijanjikan pahala yang berlipat ganda di sisi-Nya. Lalu, bagaimana pula halnya bagi mereka yang tidak, atau belum diberi kesempatan untuk berhaji ataupun berkurban…? Adakah mereka tidak berhak mendapatkan kebahagiaan yang sama, atau tidak adakah jalan bagi mereka untuk mewujudkan tanda bakti yang sama dan memperoleh pahala yang tidak kalah besarnya di sisi Tuhan mereka…?
            Jawabnya tentu tidak, karena meskipun seorang muslim pada awal bulan Dzulhijjah tidak berkesempatan beribadah haji atau tidak mampu menyediakan hewan qurban untuk disembelih, seorang muslim dapat juga mewujudkan baktinya dengan menjalankan ibadah istimewa lainnya, di antaranya ibadah puasa sunnat di awal bulan Dzulhijjah. Ibadah puasa dalam bentuk menahan dari dari makan, minum dan berhubungan suami istri pada siang hari ini konon merupakan salah satu bentuk ibadah tertua sekaligus menjadi ibadah termurah yang pernah disyariatkan Allah kepada hamba-Nya. Namun demikian, meskipun murah bagi sebagian orang ibadah ini dianggap sebagai ibadah yang berat dan sulit dilaksanakan.     
              Wahbah al-Zuhayli, dalamkitab al-Fiqh al-Islamy wa adillatuhu, vol. 1 hlm. 587-589 menyebutkan bahwa salah satu di antara puasa sunnah yang disyariatkan dalam Islam adalah puasa hari ‘arafah (9 Dzulhijjah) bagi orang yang tidak berhaji dan puasa selama 8 hari di bulan Dzulhijjah sebelum hari ‘arafah bagi yang berhaji maupun yang tidak berhaji. Sementara Sayyid Sabiq, dalam Fiqh al-Sunnah, vol. 1 halm. 316 menerangkan bahwa disunatkan bagi umat Islam untuk berpuasa pada hari “’asyr” atau hari sepuluh di bulan Dzulhijjah, yakni tanggal 1 s.d. 9 dan menguatkan anjuran puasa tersebut pada hari ‘arafah khusus bagi yang tidak berhaji. Pendirian kedua pakar fiqih modern ini berlandaskan pada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ahmad dan al-Nasa’i dari Hafshah ra. yang berbunyi: “Empat perkara yang tidak ditinggalkan oleh Rasulullah SAW, yaitu puasa hari asyura, al-‘Asyr (sepuluh hari di bulan Dzulhijjah), tiga hari dalam setiap bulan dan shalat dua raka’at sebelum subuh.”   
            Keutamaan sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah ini juga yang disebut dalam al-Qur’an surat al-Fajr ayat 2 di mana pada ayat itu Allah bersumpah yang bunyinya “wa layalin ‘asyar.” yang artinya “dan (demi) malam yang sepuluh.” Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam “Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim” jilid 14 hlm. 348 dengan bersandar kepada pendapat Ibnu Abbas, Ibnu al-Zubayr, Mujahid dan tidak sedikit ulama lainnya yang berdasarkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas (lihat: Shahih Bukhari dalam kitab tentang Dua hari raya, hadits No. 969) yang penggalan haditsnya berbunyi: “Tidak ada hari-hari untuk beramal shalih yang lebih dicintai Allah selain hari-hari (sepuluh pertama Dzulhijjah) ini. … dst.”
            Adapun mengenai ibadah puasa sunnat pada awal bulan Dzulhijjah ini, penulis akan kutipkan apa yang penulis dengar dari ceramah seorang Profesor Hukum Islam di Bale pengajian mingguan di Krueng Barona Jaya Aceh Besar tempat di mana setiap hari Ahad penulis selalu diundang untuk menghadirinya yang mengutip apa yang tertulis dalam kitab Durrat al-Nashihin (mutiara bagi para pemberi nasihat) tentang keutamaan puasa di hari-hari pertama bulan Dzulhijjah tersebut, yaitu: Pertama, Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW., bahwa sesungguhnya beliau bersabda : “hari saat mana Allah mengampuni Nabi Adam as., adalah hari pertama bulan dzulhijjah. Barang siapa berpuasa pada hari itu maka Allah mengampuni dosanya.” Kedua, pada hari kedua Dzulhijjah, Allah telah mengabulkan doa nabi yunus as. dan mengeluarkannya dari perut ikan. Barang siapa berpuasa pada hari itu, maka seperti orang yang beribadah kepada Allah ta’aala selama satu tahun serta tidak mendurhakai Allah dalam ibadahnya meskipun sekejap mata. Ketiga, pada hari ketiga Dzulhijjah, Allah telah mengabulkan doa Nabi Zakaria AS. Barang siapa berpuasa pada hari itu, maka Allah mengabulkan doanya. Keempat, pada hari keempat Dzulhijjah, Nabi Isa AS. dilahirkan. Barang siapa berpuasa pada hari itu, maka Allah meniadakan atau menghilangkan kesusahannya dan kefakirannya, dan dia besok pada hari qiamat akan bersama dengan orang-orang yang baik-baik dan yang mulia. Kelima, pada hari kelima, Nabi Musa AS. Dilahirkan, Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka dia bebas dari siksa kubur. Keenam, pada hari kekenam, Allah SWT membuka kebaikan untuk nabi-Nya. Barang siapa berpuasa pada hari itu, maka Allah memperhatikan kepadanya dengan kasih sayang dan dia tidak disiksa sesudah itu. Ketujuh, pada hari ketujuh, semua pintu-pintu neraka jahannam ditutup dan tidak dibuka sehingga berlalu hari-hari yang sepuluh itu. Barang siapa berpuasa pada hari itu, maka Allah akan menghindarkan dari padanya tiga puluh pintu kesukaran dan membukakan baginya tiga puluh pintu kemudahan. Kedelapan, pada Hari ke delapan, dinamakan hari “tarwiyah.” Barang siapa yang berpuasa pada hari itu, maka dia diberi pahala yang hanya diketahui oleh Allah ta’ala sendiri dan kesembilan, Pada hari hari kesembilan, dinamakan hari arafah. Barang siapa berpuasa pada hari itu maka sebagai tebusan dosanya pada tahun yang telah lewat dan yang akan datang. Dan pada hari itu juga telah diturunkan ayat : “Pada hari ini telah Aku sempurnkan bagi kalian akan agama kalian, telah Aku sempurnakan pula nikmat-Ku untuk kalian dan Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian”
            Melalui tulisan ini, penulis bermaksud mengingatkan kita semua, bahwa ada beragam cara untuk mengimplementasikan bakti seorang hamba kepada Allah di bulan Dzulhijjah yang mulia ini, tidak hanya menjalankan ibadah haji dan menyembelih qurban semata yang tentunya berat bagi sebagian kita yang saat ini dalam kondisi keuangan yang terbatas. Di anatara ibadah itu adalah berpuasa sunnat pada hari-hari pertama bulan haji yang “murah meriah” tapi besar nilai kebaikannya di sisi Allah SWT. Kiranya tulisan sederhana ini bermanfaat, amin. Wallahua’lam.            



Tidak ada komentar:

Posting Komentar